Mewujudkan Profesi Advokat Yang Officium Nobile
Demikian tema pelepasan lulusan Fakultas Hukum Universitas Nasioanal dalam acara yudisium pada tanggal 29 Mei 2023 di Aula Kampus Universitas Nasional. Dalam acara tersebut dihadirkan seorang Advokat yang juga akademisi dan Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang Dr. Auliya Khasanofa, SH., MH., untuk memberikan pembekalan kepada para lulusan dengan tema “Mewujudkan Profesi Advokat Yang Officium Nobile“. Di awal ceramahnya Dr. Auliya Khasanofa, SH., MH., mengutip Alqur’an Surat An Nisaa ayat 58 yang berbunyi ““Dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia, maka tetapkanlah dengan adil” dan juga pengutip pendapat Ali Bin Abi Thalib “Kebenaran yang tidak terorganisir dengan baik, akan dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir dengan baik”.
Acara yang dimoderatori oleh Albert Tanjung, SH., M.KN., CLA., Dosen Fakultas Hukum Universitas Nasional dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Akademik, Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Nasional Dr. Suryono Efendi, SE., MM., MBA., Dekan Fakultas Hukum Prof. Dr. Basuki Rekso Wibowo, SH., MS., Wakil Dekan Dr. Mustakim, SH., MH., Ketua Program Studi Masidin, SH., MH., Sekretaris Program Studi Cucuk Endratno, SH., MH., para Dosen Fakultas Hukum serta 96 lulusan tersebut berlangsung hingga pukul 11.30 wib.
Lebih lanjut Dr. Auliya Khasanofa, SH., MH., mengemukakan bahwa Advokat adalah Orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, adalah a. warga negara Republik Indonesia; b. bertempat tinggal di Indonesia; c. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara; d. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun; e. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); f. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat; g. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat; h. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; i. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.
Dengan mengutip pendapat Frans Hendra Winata Dr. Auliya Khasanofa, SH., MH., menyampaikan bahwa Officium nobile adalah pengejawantahan dari nilai-nilai kemanusiaan (humanity) dalam arti penghormatan pada martabat kemanusiaan; nilai keadilan (justice) dalam arti dorongan untuk selalu memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya; nilai kepatutan atau kewajaran (reasonableness) sebagai upaya mewujudkan ketertiban dan keadilan dalam masyarakat; nilai kejujuran (honesty) dalam arti adanya dorongan kuat untuk memelihara kejujuran dan menghindari perbuatan yang curang, kesadaran untuk selalu menghormati dan menjaga integritas dan kehormatan profesinya; nilai pelayanan kepentingan publik (to serve public interest) dalam arti pengembangan profesi hukum telah inherent semangat keberpihakan pada hak-hak dan kepuasan masyarakat pencari keadilan yang merupakan konsekuensi langsung dari nilai-nilai keadilan, kejujuran dan kredibilitas profesi.
Kemudian dikemukakan bahwa Dalam Alinea Kedua Pembukaan Kode Etik Advokat Indonesia menegaskan bahwa Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan. Bahwa profesi Advokat adalah selaku penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya.
Menurutnya upaya untuk mewujudkan Profesi Advokat yang Officium Nobile dipengaruhi oleh dua fakgor yaitu factor internal dan factor eksternal, Faktor internal meliputi menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, setia dan menjunjung tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi, serta bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri, sementara factor eksternalnya yaitu melaksanakan pendidikan khusus profesi advokat bekerja dengan perguruan tinggi yang memiliki prodi hukum minimal terakreditasi B, menetapkan kode etik profesi Advokat, mengawasi pelaksanaan tugas profesi Advokat (Komisi Pengawas), dan memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik (Dewan Kehormatan). Namun demikian menurut Dr. Auliya Khasanofa, SH., MH., ada hambatan dalam mewujudkan Profesi Advokat yang Officium Nobile salah satunya adalah adanya perilaku dari klien yang justru mendesak Advokat untuk melakukan tindakan yang dianggap telah melanggar kew enangannya. (Msd).