KPS UNAS Gelar Sharing Session Beri Kisi dalam Bidang Profesi Hukum
Jakarta (UNAS) – Dewasa ini, Profesi dibidang hukum semakin diminati oleh calon sarjana sehingga tidak heran jika fakultas hukum masih menjadi salah satu jurusan yang cukup favorit di perguruan tinggi baik swasta maupun negeri. Pada era revolusi 4.0, tantangan revolusi industri 4.0 cukup berat bagi sektor hukum, disinilah tantangan para pelaku profesi hukum untuk lebih merealisasikan dan mengimbangi antara skill, knowledge dan attitude menyadari bahwa abad ke 21 atau biasa disebut dengan era revolusi 4.0 adalah dimensi dimana penuh dengan digitalisasi.
Sadar akan tantangan era revolusi 4.0, Komunitas Peradilan Semu (KPS) Fakultas Hukum Universitas Nasional menggelar kegiatan berupa sharing session pada Sabtu (24/4). Kegiatan dengan tema “Berprofesi Hukum di era Revolusi Industri 4.0” mengundang Hakim dan partner, My Law Farm. Tulus H. Pardosi, S.H., M.H. Hakim di Pengadilan Negeri Pasarwajo, Sulawesi Tenggara dan Ananda Meci, H, S.H. partner, My Law Farm dan dibuka oleh Wakil Dekan FH UNAS Dr. Mustakim, S.H., M.H.
Dalam sambutannya, Wakil Dekan FH UNAS Dr. Mustakim, S.H., M.H. menyampaikan pengenalan tenaga hukum perlu ditingkatkan, “kita kenalkan tenaga hukum dikalangan masyarakat perlu ditingkatkan kapasitasnya dan juga kualitasnya dengan lebih baik lagi, sehingga hukum dalam keadilan itu bisa tercapai, ” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama Korwil Jawa I, Syukur Des Gulo menyampaikan bahwa pada era revolusi 4.0 semua sudah menggunakan digitalisasi atau robot ini merupakan sebuah ancaman dimasa depan, “pada kegiatan ini semoga teman-teman mendapatkan wawasan yang positif karena seperti yang kita lihat pada era sekarang semua sudah serba digitalisasi atau menggunakan robot dan itu merupakan ancaman bagi kita dimasa depan. Oleh karena itu, sebaiknya kita persiapkan dari sekarang ,” ujarnya.
Sementara itu, Tulus H. Pardosi, S.H., M.H. menjelaskan fungsi hakim tidak boleh asal, “fungsi hakim tidak boleh asal karena ada dasar-dasar hukumnya, sebuah perkara juga ga boleh ditunda-tunda atau dilama-lamain harus secepatnya diselesaikan supaya hak-hak hukumnya baik yang terdakwa maupun terduga bisa terlindungi hak-hak hukumnya,” papar Tulus yang berprofesi sebagai Hakim di di Pengadilan Negeri Pasarwajo, Sulawesi Tenggara tersebut.
Tulus menambahkan, berprofesi sebagai hakim itu harus memiliki integritas yang tinggi dan wajib menjaga kode etik, “berprofesi sebagai hakim wajib mempunyai integritas yang tinggi dan wajib menjaga kode etik, tidak boleh membeda-bedakan. Ketika hakim sudah mengucapkan keputusannya, maka tanggung jawab seorang hakim langsung kepada Tuhan itu sebabnya dalam memberikan putusan jangan sampai kita merugikan, kita harus pertimbangkan sebaik mungkin,” pungkasnya. (*TIN)