Murah-meriahnya Nasib Paralegal di Negeri Ini
Mahkamah Agung melalui Putusan Hak Uji Materil Nomor 22 P/Hum/2018 memberikan tafsir hukum resmi mengenai Paralegal. Bahwa, fungsi Paralegal adalah membantu advokat.
Tak ada gegap-gempita terkait putusan ini. Biasa-biasa saja. Padahal, putusan ini menyangkut ribuan orang yang selama ini aktif memberikan bantuan hukum, terutama yang berbiaya murah. Mereka adalah paralegal.
Ya, nasib paralegal selama ini tidak moncer. Berbeda dengan advokat, yang sudah begitu dikenal oleh masyarakat luas. Padahal, peran dan bantuan yang telah diberikan oleh paralegal kepada masyarakat selama ini, jumlahnya sudah ribuan.
Fakultas Hukum dan Pusat Bantuan Hukum Universitas Nasional, melalui Webinar mengangkat tema “Memaksimalkan Pararegal dalam pemberian bantuan hukum”. Acara ini dilakukan dalam rangka memperingati Hari Peradilan Internasional pada tanggal 17 Juli.
Pembicara utama adalah Dr. (C). Drs. Tb. M. Ali Asgar, S.H.,MH.,MSI (Advokad dan Ketua PBH UNAS). Kemudian Dr. Mustakim, S.H., M.H (Advokad dan Dosen FH UNAS) dan Geri Permana (Direktur LBH Lintas Nusantara) sebagai Narasumber.
Paralegal merupakan orang (bukan advokat) yang memiliki kapasitas dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Baik di pengadilan ataupun di luar pengadilan.
Mereka memang bukan advokat. Tapi, fakta menunjukkan bahwa selama ini ada ribuan paralegal yang membantu masyarakat dalam pemberian bantuan hukum di berbagai kasus, termasuk kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak.
Persoalannya, meskipun peran paralegal ini penting dan mereka bekerja sukarela, namun kehadiran dan peran paralegal belum banyak diketahui masyarakat.
Dr. (C). Drs. Tb. M. All Asgar, S.H.,MH.,MSI di dalam materinya mengungkapkan bahwa Pararegal sering dikenal sebagai orang yang menjalanakan aktifitas hukum sebagaimana dilakukan oleh pengacara, yaitu memberikan bantuan hukum baik melalui jalur pengadilan maupun di luar jalur pengadilan.
Namun, aktifitas ini dilakukan sebatas kemampuan yang dimiliki oleh orang yang menjalankan aktifitas ke-pararegal-an saja. Karena, sifatnya hanya membantu penanganan kasus atau perkara. Karena posisinya hanya membantu, maka pararegal akhirnya sering disebut sebagai asisten hukum.
Padahal, dalam praktek sehari-hari, peran pararegal sangat penting. Terutama peran untuk menjembatani bagi masyarakat pencari keadilan dengan advokat dan aparat penegak hukum.
Karenanya, penafsiran hukum yang ditetapkan Mahkamah Agung saat menguji Pasal 4, Pasal 7, Pasal 11 dan Pasal 12 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 1 Tahun 2018 tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum (Permenkumham Paralegal) terhadap Undang-undang Advokat, menjadi sangat penting bagi keberadaan Paralegal. Putusan ini sendiri dibacakan tanggal 31 Mei 2018.
Ditambah lagi, alasan terbitnya Peraturan Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomo 1 tahun 2018 tentang pararegal untuk memberi bantuan hukum, sudah sangat jelas. Yaitu, pemberian bantuan hukum yang memang saat ini belum menjangkau seluruh masyarakat Indonesia karena keterbatasan pelaksana Bantuan Hukum. Sehingga, di sinilah diperlukan peran pararegal, terutama untuk meningkatkan jangkauan pemberian bantuan hukum.
Dr. Mustakim, S.H., M.H melihat bahwa peran Pararegal sangat penting untuk membantu masyarakat miskin dalam memberikan bantuan hukum. Karena, mereka adalah kelompok masyarakat yang tidak bisa membayar advokat.
Bagaimanapun juga, bantuan hukum adalah hak konstitutional bagi warga negara. Termasuk bantuan hukum yang diberikan oleh Paralegal, terutama kepada yang tidak mampu membayar pengacara atau sering disebut avokat. Karena, konsepnya sama: yaitu memberikan bantuan kepada orang yang tidak mampu.
Karena itu, Dr Mustakim menegaskan agar penegak hukum mulai mengkaji ulang posisi paralegal. Bahkan, ke depannya perlu ada kejelasan untuk menanggapi posisi pararegal. Terutama, standar pendidikan. Peningkatan standar pendidikan pada Paralegal, bisa dilakukan oleh lembaga bantuah hukum berakreditasi. “Yang penting adalah, perlunya penyeragaman,” kata Dr Mustakim. (*)